Cernak: Cahya Nirwana
Cahya dan Nirwana bukanlah nama dua orang anak manusia. Keduanya adalah nama dua kupu-kupu yang cantik. Cahya berbadan kecil tapi gesit dengan warna kuning di sekujur tubuhnya. Sementara Nirwana adalah saudara Cahya. Ia seekor kupu-kupu berbadan agak besar dengan sayap yang berwarna-warni meski geraknya lebih lamban.
Mereka
hidup di hutan Kerajaan impian. Pagi itu, sinar matahari telah menerobos
Rindang pepohonan hutan. Suara ciri-ciri burung terdengar bersahutan. Cahya
mengerjapkan mata. Sinar matahari tepat menerpa wajahnya.
"Pagi
yang indah bukan, Cahya? Aku tunggu kau di luar ya?" Suara lembut Nirwana
mengagetkan. Cahya melihat saudaranya tersenyum di ambang pintu. Kupu-kupu
mungil itu tersenyum malu.
Nirwana
sering membangunkannya. Kalau tidak ada Nirwana, Cahya bisa terlambat. Setelah
memuji Tuhan dan membersihkan diri, si gesit bergegas terbang keluar.
Tepat di
ambang pintu, Cahya tertegun. Bibit cemburu, iri itu muncul. Cahya melihat
Nirwana terbang dari satu bunga ke bunga yang lain. Warna warni sayapnya
terlihat indah memesona. Nirwana semakin
Elok ketika bias sinar matahari menimpa sosoknya.
Cahya
kemudian melihat dirinya sendiri, satu
warna yang dimiliki, juga tubuh yang lebih kecil.
"Ah,
aku memang berbeda dengan Nirwana. Tapi ... aku tetap kupu istimewa. Aku Cahya,
kupu satu warna yang mungil ceria," bisiknya. Ia kemudian terbang
mendekati Nirwana.
"Kita
ke taman kerajaan lagi pagi ini?" Nirwana bertanya. Cahya mengangguk
setuju.
Taman
kerajaan selalu menjadi tempat favorit. Bunga-bunga yang terawat dan berjumlah
banyak mengundang kupu-kupu untuk datang lagi dan lagi.
Cahya, Nirwana,
dua kupu-kupu berbeda warna dan bentuk itu bergegas terbang ke satu tempat,
Taman Kerajaan Impian.
Bunga-bunga
yang bermekaran menyambut kedatangan mereka. Ada bunga mawar, tulip, krisan
dengan bermacam warna: merah kuning, ungu, oranye, putih, merah jambu,
nila, jingga. Cahya Nirwana begitu sibuk
hinggap di bunga yang satu ke bunga yang lain. Mereka tidak sadar mereka
terbang mendekati bungalow keluarga kerajaan. Tiba-tiba ....
"Kupu-kupu
cantik! Aku akan menangkapmu." Sebuah tangan anak manusia menjangkau ke
arah Nirwana. Cahya melihatnya.
"Nirwana
.. awas!" Cahya berteriak sambil mendorong Nirwana menjauh dari tangan
itu. "Lari!" perintah si gesit. Sekilas ia melihat ke arah pemilik
tangan itu. Pangeran Perkasa. Ia salah satu putra raja. Usianya baru tujuh
tahun.
"He ..
he .. he. Mau kemana kamu, Kupu-kupu?" ejek pangeran. Tangannya kembali
menjangkau Nirwana. Kupu-kupu itu tidak bisa terbang cepat. Nirwana dan
teriakan perintah Cahya terdengar bersahutan.
"Nirwana,
pergi secepat mungkin. Aku kan coba menarik perhatiannya." Cahaya kemudian
melayang ke arah wajah Pangeran. Ia terbang bolak-balik di depan mata Pangeran
Perkasa.
"Hus
.. hus pergi Kupu-kupu kecil! Pergi! Aku tidak bisa melihat jelas." Kedua
tangan Pangeran Perkasa sibuk mengusir Cahya. Ia begitu bersemangat mengusir
kupu-kupu mungil itu. Tak berapa lama pangeran kehilangan keseimbangan dan
jatuh.
Nirwana
tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia terbang lebih cepat dan semakin cepat.
"Nirwana tunggu," suara Cahya terdengar. Nirwana membalikkan badan.
Ia melihat si gesit terbang secepat kilat ke arahnya. Di belakang Cahya,
Pangeran Perkasa mulai menangis. Ia mengusap pantatnya yang sakit karena jatuh.
Kedua kupu
terbang cepat menuju hutan. Mereka baru berhenti setelah rimbun pepohonan
menutupi sosok mereka.
"Hah
hah hah .. terima kasih. Kau telah
selamatkanku, Cahya," kata Nirwana tersengal. Ia masih kaget dengan
kejadian tadi. Cahya tersenyum.
"Hah
.. hah .. hah. Anggap saja itu tadi ucapan terima kasihku, Nirwana," ujar
si mungil. "Selama ini Nirwana sudah rajin bangunkanku pagi-pagi,"
Cahya berbisik malu. Keduanya tertawa bersama.
Siang itu
hati Cahya kembali tenang. Ternyata setiap makhluk diciptakan masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan.
*****
Sumber Foto: Canva
Komentar
Posting Komentar