Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerita anak-fabel

Puisi: Lintasan Hati

Gambar
  Tuhan Lintas bisikan jahat itu Mengetuk-ngetuk dinding hatiku Hendak terobos dan kuasai hati Penuh ambisi Ingin diakui Minta diperhati Merasa penting diri Lebih dan mampu terbersit di hati Sementara semua terjadi  hanya atas perkenan-Nya Pun kedipan mata Detak jantung Aliran darah Sehatnya raga Kuatnya kehendak jiwa Lalu, apa yang tersisa dari kita? Ketika semua adalah dari dan milik-Nya?  Titik Keseimbangan Masih juga belum kutemukan Titik keseimbangan itu Aku masih menari di atas Inginku dan inginmu Harapan semua orang di sekitarku Pelan melaju Dengan langkah lambat semampuku Satu demi satu  selesaikan tugas itu Demi kehidupan lebih baik Kini dan nanti Di kefanaan maupun di keabadian Mekar Bunga Hari berganti Langit gelap berubah terang Kelopak bunga kuncup menjadi terbuka  Mekar, indah kuarkan wangi tuk semesta Menjadilah selaksa bunga Sabar tekun jalani prosesnya Dari putik bunga hingga mekar dia Menjadi keindahan tersendiri  bagi sesiapa yang menetra Yogya, Ahad, 11 Desember 202

Opini: Sastra adalah Anggur, Bacaan Populer adalah Jeruk?

Gambar
Well , setelah tulisan pertama berisi curhat karena tidak rela penulis dan bacaan populer di pandang sebelah mata, masih ada ganjalan di hati. Saya ingat pernah ikut zoom meeting bersama Joko Pinurbo (Jokpin) dan seorang penulis perempuan senior asal Yogya, penyintas kanker. Uniknya, kedua pemateri mengatakan hal yang sama. Sastra telah 'menyelamatkan' mereka. Bersama sastra, keduanya berhasil melalui masa tersulit dalam hidup dengan baik. Jokpin malah mengaku bahwa lewat menulis puisilah beliau bisa melewati masa sulit, berdamai dengan diri sendiri. Ini hal sama seperti yang saya rasakan ketika membaca buku pengembangan diri atau serial kisah inspiratif Chicken Soup for the Soul atau menulis diary di masa-masa sulit. Bedanya hanya yang satu genre-nya sastra, satunya populer. Tapi nyatanya, keduanya memiliki manfaat yang sama, sama-sama berdaya sembuh.  Kalau boleh saya ibaratkan, bacaan populer itu semisal jeruk. Banyak varian dan mudah dijumpai sehingga gampang pula dikonsum

Cernak: Cahya Nirwana

Gambar
  Cahya dan Nirwana bukanlah nama dua orang anak manusia. Keduanya adalah nama dua kupu-kupu yang cantik. Cahya berbadan kecil tapi gesit dengan warna kuning di sekujur tubuhnya. Sementara Nirwana adalah saudara Cahya. Ia seekor kupu-kupu berbadan agak besar dengan sayap yang berwarna-warni meski geraknya lebih lamban. Mereka hidup di hutan Kerajaan impian. Pagi itu, sinar matahari telah menerobos Rindang pepohonan hutan. Suara ciri-ciri burung terdengar bersahutan. Cahya mengerjapkan mata. Sinar matahari tepat menerpa wajahnya. "Pagi yang indah bukan, Cahya? Aku tunggu kau di luar ya?" Suara lembut Nirwana mengagetkan. Cahya melihat saudaranya tersenyum di ambang pintu. Kupu-kupu mungil itu tersenyum malu. Nirwana sering membangunkannya. Kalau tidak ada Nirwana, Cahya bisa terlambat. Setelah memuji Tuhan dan membersihkan diri, si gesit bergegas terbang keluar. Tepat di ambang pintu, Cahya tertegun. Bibit cemburu, iri itu muncul. Cahya melihat Nirwana terbang dari sat