Serial Deolinda Part 1: Suara Pecah
Deolinda, biasa dipanggil Olin membayangkan dirinya berteriak sekeras-kerasnya di atas karang besar di tepian pantai.
Bebas ia berteriak tanpa ada yang memprotes dan merasa terganggu.
Ia merasa kesal. Satu jam lebih ia habiskan untuk membuat video pendek berdurasi tiga menit 59 detik. Hasilnya? Suara pecah kembali didapat.
Padahal ia sudah coba cara lain, memakai voice notebook dan narrator's voice. Ternyata, hasilnya sama dengan ketika ia menggunakan suaranya sendiri lewat voice over di aplikasi video maker. Sebersit sedih melintas di hati.
"Mungkin ini saatnya kamu belajar ilmu membuat konten video di YouTube, Olin." Suara lembut terdengar.
Gadis itu tetap diam tidak bergerak. Sebuah bantal menutupi wajah ovalnya.
"He he he. Kau pikir mudah alias gampang jadi youtuber? Hah. Kamu kayak anak kecil saja. Mengira semua bisa didapat mudah hanya dengan meminta, berharap atau menangis." Suara sinis sekarang terdengar.
"Rileks Olin. Jangan hiraukan Tatan. Kamu ingat kata mutiara yang pernah kamu buat video pendek itu kan? Orang sukses itu tidak dilihat dari posisi yang berhasil diraihnya tapi dari rintangan-rintangan yang berhasil diatasi."
Suara lembut itu kembali menguatkan. Olin menghela napas.
Terbayang waktu, energi yang dihabiskannya untuk mencari aplikasi speech to text agar ia bisa tetap berkarya meski sedang malas mengetik script.
Ia juga harus mencari dan memutuskan aplikasi text to speech yang mana untuk bisa dipakai sebagai pengisi suara konten YouTubenya.
Ia semula berpikir, dengan aplikasi narrator's voice, suara pecah tidak akan terjadi. Ternyata, salah besar.
"Itu berarti rencanamu untuk belajar menjadi seorang voice over bisa terus jalan, Ool." Kali ini, Olin membuka bantal di wajah. Ide gila. Ia masih harus belajar bahasa Inggris, animasi dan piano. Sekarang harus belajar juga menjadi voice over?
Dengan sengit Olin melempar bantal ke sosok berbaju merah dengan dua tanduk hitam di atasnya yang sedang tersenyum lebar.
Senyuman itu semakin lebar karena bantal yang dilempar menembus muka putih Tatan, kemudian mendarat di meja.
"Ool, Ool. Mau menjadikan aku sebagai sasaran latihan lemparanmu lagi? Boleh, boleh ...." Belum selesai Tatan bicara, dua bantal terlempar menembusnya. Kali ini tepat di bagian kepala dan dada.
Ool alias Olin tolol adalah julukan Tatan. Sebutan itu berfungsi memancing amarah Olin. Kali ini Tatan berhasil. Kesal di hati gadis itu tidak juga mereda.
Senyum menenangkan muncul di wajah teduh seorang wanita berkerudung putih di ujung tempat tidur Olin.
“Istighfar Olin. Kamu masih juga terpancing omongan Tatan. Apa pikiran bahwa menjelang haidh emosimu meninggi masih ada di benakmu?” Angel menatap Olin, matanya melihat kalendar di dinding kamar, tepat di sebelah tempat tidur sang gadis.
“Astaghfirullahal adzim. Astaghfirullahal adzim. Biarkan aku melempari orang bertanduk eh bukan, jin bertanduk, si setan itu Angel. Setidaknya, aku tidak merusakkan sesuatu kan? Dan ya, aku masih berpikir bahwa menjelang haidh, biasanya emosiku tinggi.”
“Ahai, mari kita salahkan Tatan si setan dan juga haidh.” Suara cempreng Tatan kembali terdengar. Kedua pasang mata Olin berputar ke sekeliling tempat tidur, mencari sesuatu yang bisa jadi alat pelempar. Angel menoleh ke arah tumpukan selimut di tepian tempat tidur berikut kaus kaki dan penjepit baju yang tertinggal tidak sengaja. Matanya berkedip ke Olin. Senyum kini mulai menghias wajah coklat terang Olin.
Tidak lama kemudian, gulungan selimut, kaos kaki dan jepit baju terlempar menembus badan Tatan.
“Kepalanya, Olin. Bidik terus di kepala. Poin tertinggi ada di sana.” Angel menyemangati. Sang gadis segera lupa akan kekesalan di hati. Perhatiannya sekarang tertuju ke arah Tatan yang tetap diam tak bergeming di tempat ia berdiri. Beberapa kali sang setan terlihat menutup mata ketika benda-benda lemparan Olin melayang ke arahnya.
Tatan kini kesal karena kesedihan menguap dari hati Olin, berganti dengan kegembiraan, suka cita dan bahagia karena berhasil melempar kepalanya yang bertanduk dua.
“Ehm ... mungkin lain kali kita harus tingkatkan tantanganmu, Olin.” Angel ikut bahagia melihat gadis yang didampinginya tidak lagi bermuram durja.
“Mungkin besok-besok, kedua tanduk Tatan adalah target tertinggi, deal?” Angel sang malaikat memberi semangat.
“Deal.” Olin menyambut gembira ide itu.
Sleman Yogya, Rabu, 15 Desember 2021 pkl 11.29 WIB
Sumber foto: Pexels, Tara Winstead
Komentar
Posting Komentar