Opini: Banyak Jalan Menuju-Nya
Serial Keluarga Rawi: Obrolan Meja Makan
"Yah, guru Langit cerita, di Australia sana, tukang bersihin kaca di gedung bertingkat gajinya sama dengan pegawai bank. Keren, ya?" Langit mulai berbagi kisahnya hari ini.
Pak Rawi yang sedang menikmati bakso olahan daging kurban mengangguk-angguk setuju.
"Wuih, keren tenan kuwi, Mas. Mantap pisan. Tapi ceritanya beneran, bukan hoaks, kan?" Bumi sang adik bungsu menanggapi.
"Nah, kalau kamu meragukan Pak Baskara yang habis kunjungan belajar ke Australia, boleh nanti video call dengan beliau dhewe atau datang saja ke sekolahku." Langit yang duduk di kelas akhir SMK favorit di Yogya itu menjawab sambil menusuk bakso dengan garpu.
"Yaelah gitu saja marah, maaf. Lha, aku itu baru nemu cerita luar negeri, kalau nggak Amerika ya Eropa, yang diubah Islami, je. Wuedan tenan. Ceritanya podho plek, cuma kata gereja diganti masjid dan lain sebagainya. Edan pol, malu-maluin orang Islam saja."
"Parah tenan kuwi, Dik. Cuma, ya, denger infone Mas-mu Langit, Bunda kok inget kalimat Mbah Nun di buku yang baru selesai Bunda baca, yo." Bu Bulan berkomentar. Ketiga pasang mata menatap sang ratu rumah tangga.
"Beliau bilang, orang-orang Indonesia itu masih miskin dan akan tetap miskin kalau yang mereka kejar dan cari hanya duit. Kayak lagunya siapa tuh, duit, lagi-lagi duit hehe." Bu Bulan bernyanyi dan tertawa kecil melihat pandang penasaran keluarganya.
"Bun?!" Bumi tidak sabar mendengar info lanjutan sang bunda. Bu Bulan menenangkan si bungsu.
"Oke, oke. Nah, Mbah Nun terus bilang, eh, nulis, bahwasanya orang barat, negara-negara maju itu kaya karena yang mereka cari dan kejar bukan uang, begitu." Bu Bulan melanjutkan komentar kemudian mengambil kerupuk, request sang suami tercinta.
Langit menjentikkan jari, meniru kebiasaan sang ibu.
"Bener banget itu, Bun. Itu seperti nasihat Pak Tung Desem Waringin yang muridnya Anthony Robbins. Niatkan berbisnis untuk sesuatu yang akan kalian sesali bila tidak melakukannya. Entah berbisnis untuk membahagiakan keluarga, membeli obat anak sakit atau mandiri dan bisa berbagi nanti."
Langit yang sedang hobi mendengar YouTube Tung Desem Waringin dan membaca buku Anthony Robbins berkata penuh semangat.
"Alah, masih tetep kurang, tuh. Harusnya niatnya dikaitkan ke Allah. Iya, kan, Yah?" Bumi mengkritisi sembari mengambil bakso lagi plus menuang sambal dan saos juga.
Pak Rawi dan Bu Bulan berpandangan kemudian tersenyum bersama. Selalu geli melihat anak-anak beradu argumentasi.
"Ehm, ehm.' Pak Rawi berdehem.
"Kalian berdua betul. Langit pakai metode menuruti kata hati. Sementara Bumi dengan teknik innamal a'malu binniyat, sesungguhnya setiap amal itu dilihat dari niat. Kalian berdua sama-sama betul, 100!" Pak Rawi mengelap mulut kemudian mengacungkan dua jempol.
"Emang bisa ada dua benar, Yah?" Bumi bertanya, tidak puas. Kembali Pak Rawi bertukar pandang dengan Bu Bulan.
Pak Rawi mengedipkan mata ke istri tercinta. Bu Bulan menggeleng, ia takut salah berucap. Pak Rawi menyakinkan lewat pandang mata.
"Yaelah, Ayah Bunda malah main mata, Mas." Bumi mulai tidak sabar. Langit tersenyum.
"Kita main mata juga saja, po?" Remaja 18 tahun itu mengkedip-kedipkan mata centil. "Ih, Mas Langit, tuh." Bumi melempar tisu ke kakak sulungnya.
"Oke, oke." Bu Bulan bersuara. "Jadi, anak-anak, kalian berdua benar karena jalan menuju Allah itu banyak, tidak hanya satu."
Bu Bulan terdiam, menoleh ke arah suaminya. Pak Rawi mengacungkan jempol.
"Nah, seperti Ayah tadi bilang. Langit memakai teknik menuruti kata hati, suara nurani. Bukankah Tuhan ada di hati, kalbu kita? Ketika kita konsisten mengikuti apa kata hati yang didukung oleh akal dan ketentuan Islam, tidak bertentangan dengan keduanya, itulah jalan menuju Allah."
Bu Bulan berhenti sejenak, mengambil napas. Pak Rawi memandang istrinya bangga.
"Sementara Bumi, ia selalu mengawali segalanya dengan niat yang lurus. Itu seperti nasihat Rasulullah. Awalilah segala sesuatu dengan niat karena Allah."
Langit dan Bumi yang sekarang berpandangan, masih belum puas.
"Seperti halnya kita pergi ke Malioboro. Ada banyak jalan menuju ke sana, kan?" Bu Bulan ingat buku Mbah Nun. Kedua remaja menganggukkan kepala pelan.
"Nah, dari rumah kita di Sleman minimal ada tiga jalan menuju Malioboro. Begitu juga jalan untuk meraih kedekatan dan ridha Allah. Ada banyak jalan, tidak hanya satu." Bu Bulan melanjutkan.
"Yang salah itu yang tidak jalan atau mager." Pak Rawi melengkapi sambil mengecup dahi sang istri.
Wallahu'alam bish shawab.
Yogya, Selasa, 29 November 2022 pkl 07. 18 WIB.
SELF REMINDER
Jumlah karakter kurleb 4974 karakter.
Foto: Pixels
Komentar
Posting Komentar