Opini: 5 Modal Jadi Penulis Besar



Orang 'besar' butuh jiwa, hati besar juga. Kapasitas diri besar untuk berhadapan dengan segala hal yang akan datang padanya. Kurang lebih begitulah nasehat sang alim.

Hari ini dijumpai banyak orang ingin menjadi penulis sukses. Sukses di sini diartikan sebagai tulisan, bukunya banyak dibaca dan dibeli orang, best seller dan kemudian terkenal di Indonesia bahkan mancanegara. 


Bisa juga penulis sukses berarti menulis di platform menulis, berhasil memikat banyak pembaca dan mendapat reward memuaskan dari sana.


Masalah datang saat impian besar tidak atau belum dibarengi dengan jiwa, kapasitas diri yang besar pula. Selain itu, mimpi besar pun memerlukan kerja besar. 


Dirangkum dari berbagai sumber, berikut lima modal agar impian menjadi penulis besar tercapai ala Asma Nadia (AN) dan Andrea Hirata (AH).


1. Berani Bermimpi


"Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu," ujar Ikal, salah satu tokoh dalam Sang Pemimpi karangan Andrea Hirata.


Keberanian adalah salah satu unsur yang dibutuhkan dalam meraih impian, apa pun mimpi itu. 


Bermimpilah mumpung bermimpi masih gratis dan belum perlu bayar? 


Berani di sini pun dengan pertimbangan risiko yang akan diemban juga pengetahuan memadai, cukupanlah, atas apa yang akan dihadapi, jalan yang harus dilalui.


Setelahnya, pilihan akan dikembalikan ke sang pemilik impian, akankah berbagi impian ke orang lain atau menyimpannya sendiri. Semua ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 


2. Bertekad Kuat


Sabar dan konsisten. Itulah nasehat sang ibu untuk Bill Porter, sang salesman of the year yang memiliki riwayat down syndrome. Tekad kuat terimplikasikan pada kesabaran dan konsistensi, juga pantang menyerah. Deal?


Sudah pernah bahkan sering mendengar bagaimana penulis besar, sebelum tulisannya dikenal maka harus melalui masa penolakan oleh penerbit maupun media kan? 


Yang terbaru saya tahu, salah seorang penulis di platform menulis sekaligus asisten editor di platform yang sama pernah alami dua belas kali penolakan oleh penerbit. Sekarang, ia telah menikmati kenyamanan dari hasil kerja menulisnya. 


Jadi pepatah no pain no gain cocok, kan? Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.


3. Kerja Keras, tidak Cepat Puas


700 halaman diselesaikan Andrea Hirata dalam waktu tiga minggu. Setelahnya, setiap setahun sekali ia selesaikan satu demi satu novel yang termasuk dalam tetralogi Laskar Pelangi: Sang Pemimpi dan Edensor.


Bisa dihitung sendiri kan, ya? 700 halaman dibagi tiga minggu alias 21 hari. Seratus hari dibagi tiga, kurang lebih 33 halaman per hari. Sungguh kerja keras tersendiri, right?


Asma Nadia sangat setuju dengan konsep kerja keras Andrea Hirata. Beliau bahkan sempat mengatakan bahwa tidak percaya bakat namun meyakini bahwa dengan kerja keras, semua akan bisa dilampaui. 


4. Membangun dan Mencintai Kebiasaan Menulis


Bagaimana mau jadi penulis besar kalau tidak mencintai menulis atau bahkan tidak punya kebiasaan menulis? 


Seseorang dikatakan penulis saat dia menulis. Begitu salah seorang penulis pernah bilang. Mulailah dari setiap lima belas menit yang nyaman saat mulai menulis di waktu pagi dan malam hari, saran Asma Nadia. Itu pun harus dibiasakan terulang setiap hari.


Andrea Hirata mengatakan, penulis jangan sering terkena writer's block, apalagi penulis novel yang butuh napas lebih panjang untuk menulis. Jangan baru menulis dua halaman sudah terkena penyakit writer's block. Padahal satu novel butuh puluhan halaman untuk bisa disebut novel, kan?


5. Tahan Kritik


Siapa yang suka dikritik? Apalagi kalau dia sudah bekerja keras untuk membangun impian. Masalahnya, tidak semua hal di dunia ini bisa kita kendalikan. Selain adanya aturan keseimbangan. Ada yang suka, maka akan ada pula yang tidak suka. 


Asma Nadia bilangnya, penulis ndak boleh mudah stress karena menulis itu hiburan dan menyenangkan. 


Mungkin maksud beliau, mood penulis akan terbawa dalam tulisannya. Bisa dibayangkan kalau ada kewajiban menulis tiap hari sementara kondisinya mudah stress. Nah, saat harus tuntaskan novel romantis misalnya bisa jadi ada pembunuhan, kekejian demi kekejian dalam romantisme yang sedang terbangun dalam novelnya hehe. 


Perlu diingat juga bila cerpen pertama Asma Nadia pun dinilai picisan oleh guru teater saat beliau duduk di kelas dua SMP. Bila saat itu AN menghentikan niatnya menjadi penulis maka Indonesia tidak akan punya penulis perempuan seperti beliau. Cerpen pertama yang tembus di media terjadi saat AN kuliah tingkat satu. 


Bahkan setelah popoler pun masih ada yang mengatakan bahwa AN bukan sastrawan. Beliau hanyalah penulis kisah sedih atau penulis populer. Julukan agak menghina dibanding label sastrawati atau penulis perempuan Indonesia. 


Jadi bagaimana, sudah siap memiliki lima modal di atas? 


Terima kasih sudah berkenan mampir, maaf bila ada salah, ya? A God blesses all of you πŸ€—πŸ™πŸΌπŸ’ͺ🏼


Foto oleh Sven Huls: https://www.pexels.com/id-id/foto/jembatan-kayu-coklat-di-atas-pohon-hijau-3801347/

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Quotes tentang Yakin

15 Quote tentang TENANG

17 Quote tentang MIMPI