Opini: Misteri Hati-hati dengan Hati


Saya sempat bertanya sendiri dalam hati. Kenapa Allah, kanjeng nabi saw dan para bijak bestari begitu memperhatikan satu hal ini, menjaga perasaan dan hati orang? 


Apa istimewa hati dan perasaan manusia sehingga harus dijaga sedemikian rupa? 


“Baju yang basah bisa dicuci, Ibunda. Tetapi luka hati ananda saat Ibunda marahi akan menjadi kenangan, berbekas sampai nanti.” Kurang lebih begitulah sabda beliau saw dalam imajinasi saya –dengan gaya Andrea Hirata. 


Seorang saleh di kota mana saya tidak ingat -saya membacanya di salah satu buku Salim A Fillah- adalah seorang tukang becak yang hapal 30 juz dengan sepuluh irama berbeda dalam membacanya. 


Beliau sangat hati-hati sekali dengan perasaan calon penumpang becaknya. Sang bapak ini –yang putra-putrinya akhirnya dipercaya menjadi pejabat– menerima berapapun ongkos yang ditawarkan calon penumpang. 


Misalnya nih ya, sepuluh ribu ditawar lima ribu, beliau terima saking tidak inginnya menyinggung perasaan konsumen. Masya Allah.


Pertanyaan itu kembali bergema di kepala saya, apa  alasan kanjeng nabi dan si bapak tukang becak melakukan itu semua? 


Di youtube M Channel, Pak Faiz Fachrudin mengatakan bahwa ada ora ilok dalam khazanah Jawa yang lebih tinggi dari sekadar baik buruk. 


Ora ilok, kurang lebih berarti tidak pantas dalam bahasa Indonesia. Ora ilok ini bukanlah sesuatu yang haram untuk dilakukan namun bisa jadi ya itu tadi, seperti pokok bahasan sejak awal, bisa jadi menyinggung atau menyakiti hati orang. Akibatnya? Kuwalat orang Jawa bilang atau karma orang Hindu biasa sebut.


Nah, kualat ini bisa berbahaya bila diikuti dengan doa keburukan dari orang yang tersakiti hatinya, terzalimi dan teraniaya. Ingat kan ya bahwa doa orang yang terzalimi itu terbang langsung dan mendarat mulus di haribaan Allah Azza wa Jalla tanpa adanya penghalang, dikabulkan alias makbul?


Well, fakta itu sempat membuat saya cemburu kepada mereka yang peka dan sensitif karena sadar saya termasuk mereka yang kurang peka dan tidak mudah tersinggung. 


Bagi saya, mereka yang peka, mudah tersakiti hati dan perasaannya, jadi memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapat peluang makbulnya doa. 


Yah, semoga mereka –barisan manusia peka dan sensitif– menggunakan kesempatan emas tersebut untuk berdoa yang baik-baik saja karena semua akan berbalik ke kita. 


Mendoa yang baik maka kita kan dapatkan kebaikan. Jika doa jelek yang dipilih maka kejelekan pula yang akan kita tuai. Naudzubillah tsumma naudzubillah.


Ada satu komentar di tayangan YouTube yang mengatakan bahwa saat kita menyakiti orang lain, hakikatnya kita menyakiti diri sendiri. 


Well, saya sudah temukan trik mendapat momen makbulnya doa. Caranya dengan mengingat-ingat saat hati saya tersakiti sambil merancang doa apa yang akan saya lantunkan. 


Jadi kalau barisan peka hati secara alamiah mendapat banyak peluang bagi makbulnya doa maka saya meng-create sendiri kondisi hati untuk raih kesempatan bagi makbulnya doa. 


Jadi, bagaimana, mau berdoa apa hari ini? 


Wallahu'alam.


Terima kasih banyak semua, maaf untuk salah kata dan sikap. Lemah teles Gusti ingkang bales πŸ€—πŸ™πŸΌπŸ’ͺ🏼


Foto oleh Hernan Pauccara: https://www.pexels.com/id-id/foto/gelombang-beku-melawan-sinar-matahari-1210273/


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

16 Quotes tentang Yakin

15 Quote tentang TENANG

17 Quote tentang MIMPI