Opini: Ngundhuh Wohing Pekerti
#serial keluarga Rawi
Sudah beberapa hari charger si Bumi, bungsu Pak Rawi lelet minta ampun menyaingi kinerja anggota dewan dalam membuat undang-undang.
"Ah, itu dia." Sore itu, Bumi menatap penuh harap pada barisan stoples plastik yang berisi ... kabel dan kepala charger doang?
"Kalau yang charger utuh, ada, Bu?" Bumi bertanya sembari melihat stoples yang berbaris di depannya. Nihil, tidak ada charger utuh –kepala dan kabel sekaligus.
Sementara itu, ibu penjaga toko --atau pemiliknya?-- cekatan memilihkan charger utuh yang tergantung di rak.
"Ini, Mbak." Ibu itu meletakkan dua tiga pilihan di depannya. Bumi langsung melihat label harga yang ada.
'Hah, 55 ribu? Paling murah 40 ribu?" Bumi sedikit kecewa. Dulu dia pernah membeli cuma 15 ribu dan awet sampai kemarin itu. Perkiraannya yang sudah tanya di toko lain, maksimal 30 atau 35 ribu yang bisa dia beli.
Bumi pun melihat label harga yang tertera di atas toples berisi kabel dan kepala.
"Kalau Mbaknya mau, bisa beli kepala dan kabel lepasan ini. Digabung harganya kurang lebih 30-an ribu." Si ibu memberi solusi sambil menjelaskan tanda satu ampere dua ampere di kepala charger yang menunjukkan kecepatan pengisian baterai.
Bumi mengangguk-angguk, senang mendapat ilmu baru. Ia kemudian asyik memilih kabel dan kepala untuk digabung dan diuji coba.
"Yaelah, kenapa yang termurah warnanya putih semua, ya?" batin Bumi sembari melirik. Ia pengen kabel berwarna hijau atau pink yang harganya lebih mahal lima ribu.
"Tak apalah, putih lagi chargerku nanti," hibur hati Bumi sambil mengambil asal salah satu kabel di toples yang berisi kabel berwarna putih semua dan bertuliskan sepuluh ribu di tutupnya. Kabel sepuluh ribu, kepala 20 ribu, pas dengan rencana Bumi.
"Ini bukan sepuluh ribu, Mbak. Ini harganya 15 ribu." Si ibu penjaga toko cepat mengambil kabel yang sudah siap Bumi beli sesaat setelah uji coba.
"Ini bedanya, Mbak. Ada tanda merk Robot-nya." Si ibu menjelaskan sembari menunjuk si tanda, menggulung kabel dan mengembalikannya ke toples yang berisi kabel warna-warni.
Lah, perasaan Bumi mengambil dari toples yang benar. "Bukan salah saya berarti, Bu. Saya kan ambil dari toples itu." Bumi membela diri.
Seorang pemuda, penjaga toko lain datang. Ibu itu kemudian pergi, memilih melayani pembeli yang baru datang.
Bumi kembali berpikir. Dia merasa begitu sayang mengeluarkan uang 35 ribu untuk kepala dan kabel charger lepasan itu.
Di toko lain, Bumi sempat melihat charger utuh seharga 30 ribu. Tapi masak dia pergi dan tidak jadi beli padahal sudah pilih-pilih dan menguji coba charger?
Sebelumnya Bumi malah sempat berpikir membeli di tempat charger Robot-nya yang seharga 15 ribu itu. Letaknya yang jauh, 28 kilometer pulang pergi dan rasa malas membuat Bumi sampai di toko yang sekarang, satu kilometer dari rumah.
Last but not least, akhirnya Bumi sepakat membeli si kabel berharga 15 ribu tadi setelah uji coba dengan kepala charger lawasnya dan menunjukkan hasil memuaskan.
"Lama menunggunya, ya, Mas? Maaf, ya?" Bumi merasa tidak enak sendiri ke penjaga toko sembari membayar dan berterimakasih.
"Tidak, apa-apa, Mbak." Si Mas itu pun menjawab dengan tidak enak hati kemudian mengambil jarak. Bumi agak heran, kenapa bersikap begitu? Tapi Bumi tidak terlalu memikirkannya.
Gadis 16 tahun itu lalu berpamitan dengan si ibu penjaga toko. Ia berteriak karena ibu tersebut ada di ruang sebelah. "Terima kasih, Bu!"
Si Ibu melambaikan tangan dan mengacungkan jempol yang membuat Bumi bertanya sendiri dalam hati, apa maksudnya? Jempol karena Bumi akhirnya jadi membeli?
Waktu menjelang Magrib, membuat Bumi tidak memikirkan itu dan bergegas pulang.
Sepanjang jalan menuju rumah, Bumi kembali memikirkan kejadian tadi. Ia kaget setelah menyadari bisa jadi sempat mendapat prasangka buruk dari dua penjaga toko itu.
Si ibu yang dengan cepat memasukkan kabel yang salah tempat dan Mas penjaga toko yang tidak membiarkannya sendirian. Terbukti si Mas bergegas menjauh begitu Bumi meminta maaf karena menunggunya lama. Apalagi Bumi sempat bertanya berapa rekor waktu terlama menunggu calon pembeli.
Well, cuma jadi suspect buruk sangka sih tidak masalah, selama ia tidak melakukan apa yang dituduhkan, pikir Bumi. Bisa jadi itu terjadi karena pernah ada kasus di toko atau ....
Tiba-tiba Bumi ingat, ia pernah pula berburuk sangka pada saudara bunda yang janur gunung datang. Setelah sekian lama tidak berhubungan dan tidak saling bertukar kabar, beliau sendirian mampir ke rumah.
Di akhir silaturahim itu, beliau berucap ingin berbagi pengalaman umroh sekaligus membawa oleh-oleh dari tanah suci. Itulah maksud kedatangan saudaranya.
Ah, ngunduh wohing pekerti, begitu pasti Ayah Rawi atau Bunda Bulan akan berkomentar ketika Bumi berbagi ceritanya hari ini, batin si bungsu saat melihat rumah.
Wallahu'alam.
Foto oleh Charles Parker: https://www.pexels.com/id-id/foto/ember-plastik-merah-di-dinding-kayu-merah-5859740/
Thank a lot semua, lemah teles Gusti ingkang bales π€
Maaf bila ada salah kata sikap, A God blesses all of you π€ππΌπͺπΌ
Komentar
Posting Komentar