Puisi: Astaghfirullah Astaghfirullah Astaghfirullah
Aku masih belum paham
Mungkin aku butuh waktu sendiri
Menyepi dari keramaian, hiruk pikuk kesibukan sehari-hari
Menepi sejenak untuk tahu benar, apa yang sebenarnya terjadi
Mengapa hati ini lebih sensitif akhir-akhir ini?
Mengapa butuh usaha lebih untuk meredam ego dan memenangkan nurani?
Apa yang terjadi?
Apa yang kuingini?
Masihkah emosi karena telah dihadiahi prasangka buruk?
Sementara diri sendiri, sudah pernah berikan prasangka yang sama
Tanpa pikir panjang, asal jeplak saja
Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah
Sampai kapan akan terbangun tembok tak kasat mata?
Kenapa goresan luka terasa lama sembuhnya?
Apakah karena aku membiarkannya, tak coba sembuhkannya?
Apakah karena jatuhku begitu dalam sehingga butuh dicaperi, dihargai karena sedang tong pes harga diri sendiri?
Tabungan harga diriku sedang blong bolong sehingga aku butuh dihargai orang lain?
Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah
Luka hati hanya sakiti diri sendiri
Penghambat jalan semakin dekat pada Sang Rabbi
Tetapi oh tetapi
Aku masih rasakan enggan itu
Melumuri kalbu
Memasung egoku dalam istana hati
Tak mau pergi
Tak biarkan nurani kembali menguasai
Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah
Aku butuh waktu?
Sampai ego takluk pada hati
Titipan Ilahi dalam diri
Dan … kesombongan itu
Yang sempat terasa olehku
Haruskah ku cek ulang
Lagi dan lagi?
Sementara waktuku terbatas
Malesku pun kumat
Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah
Tuhan, maafkanku
Yang belum berakhlak sepertiMu
Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah
Yogya, Senin, 02 Januari 2023 pkl 09. 09 WIB
Aish, pantun wagu dan aneh lagi.
Banyak maaf semua, terima kasih sudah berkenan mampir dan baca. Thank you, GBU π€ππΌπͺπΌ
Foto oleh Matheus Bertelli: https://www.pexels.com/id-id/foto/fajar-pemandangan-matahari-terbenam-pria-13872497/
Komentar
Posting Komentar