Opini: Misteri Hati-hati dengan Hati
Saya sempat bertanya sendiri dalam hati. Kenapa Allah, kanjeng nabi saw dan para bijak bestari begitu memperhatikan satu hal ini, menjaga perasaan dan hati orang? Apa istimewa hati dan perasaan manusia sehingga harus dijaga sedemikian rupa? “Baju yang basah bisa dicuci, Ibunda. Tetapi luka hati ananda saat Ibunda marahi akan menjadi kenangan, berbekas sampai nanti.” Kurang lebih begitulah sabda beliau saw dalam imajinasi saya –dengan gaya Andrea Hirata. Seorang saleh di kota mana saya tidak ingat -saya membacanya di salah satu buku Salim A Fillah- adalah seorang tukang becak yang hapal 30 juz dengan sepuluh irama berbeda dalam membacanya. Beliau sangat hati-hati sekali dengan perasaan calon penumpang becaknya. Sang bapak ini –yang putra-putrinya akhirnya dipercaya menjadi pejabat– menerima berapapun ongkos yang ditawarkan calon penumpang. Misalnya nih ya, sepuluh ribu ditawar lima ribu, beliau terima saking tidak inginnya menyinggung perasaan konsumen. Masy...